31 Agustus 2014

Tentang Sesuatu

Akhwat,
beberapa dari mereka,
ada yang bersembunyi dari ikhwan (laki-laki) dari keramaian.
ada lagi yang menutup sebagian wajah mereka dengan cadar hitam.
tujuannya, kehormatan diri lebih terjaga.
Mereka, perhiasan yang tersembunyi.
Dengan ilmu, bertambahlah keyakinan mereka. Bertambah pula ketakwaan mereka.
Walau secara dzahir, hal ini terbilang 'aneh' oleh sebagian manusia.

Tampillah kejadian yang akhir-akhir ini menjadi sorotan.
Akhwat mengunggah foto-foto dengan gaya unyu, ngegemesin deh.
Si ikhwan komen, "kamu mirip artis.." "ih...cantiik."
Dia yang dipuji, koq aku yang malu (?)

Atas dasar, masa bodoh mau cantik apa nggak, coba deh direnungkan,
buat apa menampilkan foto di media sosial? adakah manfaatnya dalam rangka menuju surga?
bila dilihat oleh lawan jenis, lantas buat apa An Nur 30-31 diturunkan?
bukankah hal itu malah akan menyusahkan si dia dalam menundukkan pandangan?
Menundukkan pandangan, wajib untuk ikhwan maupun akhwat kan?
Tolong dibantu ya...

Aku tak bisa menafikan 'naluri' manusia dalam hal menampilkan paras yang elok.
Sempat ku lakukan di sini, tapi ku bersihkan sampai aku bisa menemukan jawaban.

Kita hampir sering terjebak dalam pemakluman dalam jangka panjang;
Agenda yang molor dari waktu sholat.
Syuro' yang tak berhijab.
Demi kesolidan, agenda bareng ikhwan-akhwat jadi doyan jalan-jalan, foto-foto, makan-makan; "hati-hatilah pada hati yang cengar-cengir sendiri saat BBM-an."

Cukuplah saudaraku...
KebarokahanNya yang dicari.
Hasil usah dipeduli.
Bila Allah telah menguasai hati.
Semua sudah kita miliki.
Bahkan, kemenangan dakwah ini, lebih ringan suatu saat nanti.

27 Agustus 2014

Dilema Pasca Wisuda

Ada warna yang mencolok tampil di muka kampus biru.
Ada pula ekspresi yang cukup menegangkan di sana.
Hei, ada apa denganmu?

Yah, aku mengenalmu melalui jalan cinta.
Jalan penuh semak dan peluh tuk ku lalui.
Saat ini, kenapa kau berubah?

Aku rindu, benar-benar merindumu.
Rindu dengan atmosfer ketegangan.
Rindu dengan udara malam dan 
Rindu pada sosok-sosok yang cerdas nan penuh keteduhan.

Aku tahu, waktu ialah hakNya.
Namun setidaknya,
Atmosfer dan udara tetap sama terwariskan.
Senyum nya pun sama.
Ah, sepertinya itu tidak akan mungkin. 

"...Kuakui, sungguh beratnya meninggalkanmu yang dulu pernah ada..."


26 Juli 2014

Beberapa Alasan yang memberikan Rukhshah dalam Ghibah

Ketahuilah, hal yang memberikan rukhshah (keringanan) dalam menyebutkan keburukan orang lain adalah adanya tujuan yang benar menurut syari'at, dimana tujuan tersebut tidak dapat tercapai selainnya. Hal ini dapat menolak dosa ghibah, yaitu ada enam :

1. Mengadukan kezhaliman
Adapun orang yang terdzalimi dari pihak hakim maka ia boleh mengadukan kezhaliman itu kepada penguasa, karena dia tidak mungkin bisa menuntut haknya kecuali dengan jalan itu. Nabi bersabda, "Seseungguhnya pemilik hak punya hak bicara" (Diriwayatkan Bukhari dan Muslim)

2. Menjadi sarana untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke jalan yang benar.
Sebagimana diriwayatkan Umar radhiallahuanhu melewati Utsman -dalam riwayat lain disebutkan Thalhah- seraya memberi salam tetapi ia tidak dijawabnya. Kemudian Umar menemui Abu Bakar dan menyebutkan hal itu kepadanya. Kemudian Abu Bakar datang untuk meluruskan hal tersebut. Hal itu tidak dianggap ghibah dalam pandangan mereka.

3. Meminta fatwa
Sebagimana diriwayatkan dari Hindun binti Utbah bahwa ia berkata kepada Rasulullah, "Sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang yang pelit, dia tidak memberiku nafkah yang mencukupiku dan anakku. Apakah aku boleh mengambil tanpa sepengetahuannya?" Nabi bersabda,"Ambillah apa yang mencukupimu dan anakmu dengan cara yang baik," (HR Bukhari dan Muslim) Hindun menyebutkan kebakhilan dan kezaliman suaminya terhadap diri dan anaknya tetapi Nabi tidak menegurnya, karena tujuannya untuk meminta fatwa.

4. Memperingatkan orang muslim dari keburukan
Apabila Anda melihat seorang ahli fiqh yang sering mendatangi seorang ahli bid'ah atau orang fasiq dan Anda khawatir dia akan terkontaminasi oleh bid'ah dan kefasikannya maka Anda boleh mengungkapkan kebid'ahan dan kefasikan orang tersebut kepadanya, jika motivasi Anda menyebutkan hal itu adalah karena mengkhawatirkan ahli fiqh itu terkontaminasi oleh kebid'ahan dan kefasikan, bukan karena tujuan lain. tetapi hal ini rawan keterpedayaan, sebab bisa jadi kedengkian menjadi motivatornya dan syetan mengelabui hal itu dengan menampakkan empati kepada makhluk. Sebagian ulama berkata, tiga hal yang tidak ada ghibah di dalamnya : imam yang durhaka, ahli bid'ah, dan orang yang melakukan kefasikan secara terang-terangan.

5. Jika orang yang disebutkan sudah dikenal dengan nama julukan yang mengungkapkan tentang cacatnya.
Abu Zanad meriwayatkan dari al A'raj (Si Pincang) da Salman al A'masy (Si Gagu) atau yang semisalnya. Para ulama melakukan hal tersebut  untyk keperluan pengenalan disamping karena hal itu sudah menjadi hal yang tidak dibenci oleh orang yang bersangkutan seandainya dia mengetahuinya setelah menjadi orang yang dikenal dengan nama tersebut. Jika ada pilihan lain yang memungkinkan pengenalannya dengan ungkapan lain maka hal itu tentu lebih utama. Oleh karena itu, kepada orang buta diungkapkan dengan kata al bashir (yang melihat dengan mata hati) demi menghindari nama yang minor.

6. Jika orang yang disebutkan melakukan kefasikan secara terang-terangan.
Umar berkata, "Tidak ada kehormatan ata orang yang fajir" maksudnya orang yang secara terang-terangan melakukan kefasikan tanpa menutupinya. Karena, orang yang masih menutupi kefasikannya harus dipertimbangkan kehormatannya. Al Hasan berkata, "Tiga orang yang tidak ada ghibah kepada mereka: pengumbar hawa nafsu, orang fasiq yang melakukan kefasikannya secara terang-terangan, dan pemimpin yang durhaka."

Diringkas sesuai kemampuan
Sumber : Said Hawa, 2012. Mensucikan Jiwa (p.530-532). Jakarta : Rabbani Press.



20 Juni 2014

Tawakal #1

"Bila do'a telah ditadahkan ke langit, usaha dioptimalkan serta ikhtiar pun disempurnakan, tinggal menunggu ketetapanNya dengan tawakal"

Allah-lah pemilik masa, hingga sampai pada inginNya, manusia tinggal memilih; menyerah pasrah atau umm.... aku sulit menarasikan rasa itu...

Aku tak ingin menyerah pasrah, karna ia bagian dari keputusasaan. Dan putus asa itu karunia bagi kaum kafir. Oh Tidak, aku muslim. "Plis sow det yu ar de ril muslim(ah), Anaaa.!!!"

Harus diakui, saat pertama kali mendengar sebuah 'berita' yang memancing keputusasaan itu, aku kalut. Impianku nyaris hancur. Timbul berbagai fikiran negatif; rasa tak enak, tidur tak nyenyak, makan tak kenyang, mandi tak basah.. Dilema yang menusuk.. Ah, kembali aku kalut.

Wajarkah? Wajar dong, manusia fitrahnya adalah sedikit bersyukur. Apa lagi? sering mengeluh.. Satu lagi apa hayooo? Hummm, pelupa!

Manusia lupa,
Lupa jika ada Allah,
Lupa bila semua terjadi seizin Allah
Lupa saat semua harus kembali pada Allah

Yang kurang wajar ialah larut dalam kekalutan. Bila telah terjadi, mari bangkit! Memang sulit, tapi hidup harus tetap dijalani hingga matahari tak bersinar lagi. Ohiya, aku harus meminjam bahu saudariku untuk melakukan itu. Itu sih kalo aku ya.. :)

Ku tawakalkan diriku, ku kembalikan segala urusan pada pemiliknya. Telah ku tunaikan kewajiban hambaku; dan aku hanya tinggal menanti rahmatNya.

Hingga beberapa hari kemudian, penantianku berbuah manis. Hamdalah..

Kabar yang melejitkan kembali detak jantungku; mewajibkan aku tuk menyempurnakan ikhtiar ini lebih kencang.

Bukankah ini bagian dari 'Mafatihul Ghaib'? ^_^

Duhai Allah, jadikan jemariku sebagai saksi akan benarnya cintaku; dalam tiap kata yang tertuang disini. Jangan jadikan ia sumber petaka yang menjauhkan aku dari surgaMu.. Aamiin

To be continued...

22 Mei 2014

Mafatihul Ghaib

Bismillahirrohmaanirrohiim..
Selepas subuh ini, ku tenangkan kembali hati, fikiran dengan Al Quran, sebuah KalamNya yang slalu ku rindu. Tepatnya, teman yang paliiiing setia menemani. Yah, Ia bisa membuatku bahagia sumringah. Merasa ngeri, takut. Dan, sumber inspirasi dalam sepi. Bila berdua dengannya, angin-pun cemburu. :)

Dari sekian lembar ku baca, mataku melirik sebuah ayat diakhir kertas sebelah kiri Quran hijau-ku.
Dan kunci-kunci semua yang gaib ada padaNya, tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahuiNya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam kitab yang nyata. (Lauhl Mahfudz) (Quran Surah Al An'am ayat 59)
 *jegeeeeer*

"Allaaah, begitukah Engkau menguatkan? Begitu indah... " Mataku menahan kehangatan air di ujungnya.

"Tidak ada....,yang tidak tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhl Mahfudz)"

Hal yang senada, "Pena telah diangkat dan lembaran telah kering" (HR. Tirmidzi). Benar, semua telah tertulis.

Seakan, pertama kali ku baca, seakan ini pertemuan pertama, seakan-akan ini kunci kegaiban (mafatihul ghaib). Kembali aku diingatkan janjiNya, dengan metode baruNya, di saat ruh ini betul-betul membutuhkannya.

Bersyukur diri ini masih menjadi pusat perhatianNya di tengah-tengah manusia yang lengah.

Berterima kasih diri ini masih bersama akhwatifillah yang juga mengingatkan, menguatkan meski hati nya pun dilipur kelemahan.

Menyandarkan 'kegaiban-kegaiban' dari langit akan datang di penghujung Sya'ban..

_22 Rajab 1435 H

26 April 2014

Sekolah VS Kuliah

Beberapa hari ini, lebih sering berada di luar zona aman. Ya, di sekolah dan di ‘luar’ kampus. Lebih giat mendatangi sekolah untuk melakukan penelitian studiku. “Ibu…” Aha…mulai terbiasa lagi dipanggil itu oleh siswa. Terakhir, 3 semester yang lalu saat PPL.
Di sekolah, seperti biasa, aku cenderung mengamati ‘penghuni’ disana. Ku perhatikan perilaku siswa pada guru, sesama siswa, dan sesama guru. Begitu unik dan menarik. Cara mereka belajar, pola pikir mereka dan pergaulan mereka.
Memang begitulah siswa, dengan ragam karakter dan intelijensi. Ahiya, aku ingat ucapan seorang Guru di sekolah ini; “Bunda” biasanya beliau dipanggil siswa, “Ibu tidak pernah bermasalah dengan siswa. Bagi Ibu, mereka itu semua sama. Tidak ada yang bodoh, tidak ada yang nakal…” Jarang ada guru (matematika) se’canggih’ ini. Atau mungkin aku yang link nya sempit ya..??? :p
Saya ingat beberapa nasihat mutiara dari guru saya ….
Lebih baik kalian menjadi bangkai di dalam hutan daripada tinggal di dalam masyarakat. Kalau di hutan, orang tak akan tahu ‘busuknya’ kalian. Tapi, kalau di dalam masyarakat, “busuknya” kalian akan tercium dan dijauhi orang.” (Ibu Nurlela Harahap, Guru IPA SMP N 4 Plg)
Setelah kalian menyalami guru,jangan langsung berbalik (badan). Mundurlah dulu beberapa langkah.” (Ibu Rubayah, Guru Bahasa Indonesia SMA N 18 Plg)
***
Nah, kalau di ‘luar’ kampus… Ceritanya, saya mendapat tugas mulia dari Dosen saya, menggantikan beliau masuk kelas. sekedar untuk menjaga mahasiswa yang diberi tugas individu. Pukul 08.10 aku berada di ruangan itu. Cukup terlambat 10 menit karena ada kendala. Tapi, kendala sebenarnya bagiku adalah, mahasiswa yang hadir hanya 7 orang. Saat aku masuk, aku yang paling cantik. Ngerti?
Setelah ku memastikan ruangan ini benar, ku meminta mereka mengambilkan absen. Ku harap mereka langsung bergerak mengambilkan. Tapi nyatanya, harus ku ulangi permintaanku. “Kalian dak punya absen?” Itu pun masih belum bergerak. (Sebenarnya mereka ini manusia bukan? Aarghhh!) Dengan sedikt cengengesan, barulah salah satu dari mereka mengambilkan. Kalau saja aku tahu persis sudut gedung ini, pastinya telah ku ambil sendiri.
Aku terheran dan merenungkan sesuatu. Apa mereka terbiasa melakukan hal ini ke dosen? Kuliah jam 8, baru datang 7 orang. Jam 8.30 baru (hampir) lengkap. Adalah wajar kalau mereka itu rumah/kosannya di luar daerah. Lah, ini… kampus dan tempat tinggal masih 1 daerah! Belum lagi, sebagian dari mereka punya kendaraan pribadi yang memustahilkan mereka terlambat hadir, kecuali faktor alam. Tapi yang ada? Astaghfirullaaaah…
Belum lagi, aku mengingat ungkapan dosenku ini di hari sebelumnya, “mahasiswa (menyebutkan salah satu fak) dak galak nian kalo ganti hari. Misalnyo, mereka tu ado yang kosong, aku nak nambah jam, dak galak mereka.” Haaah?? Alangkah beraninya oknum mahasiswa (sekarang) menolak ‘ilmu’. Mungkin mereka belum pernah nonton ‘3 idiots’ ya.. Kalian mau nyari ilmu apa cuma nilai sih? -_-“
Nah, sewaktu PPL kemarin, aku terlambat, berbarengan dengan seorang siswa yang rumahnya masih sekampung denganku. “Ngapo telat jugo?” “Yo dak pacak Bu, kadang macet. Kan jao. Laen kalu aku motor..” Aku menyimpulkan senyum. Ah, ini mengajari kita untuk tak bermanja, Nak.
Entah, ini luapan emosiku (mungkin). Tapi, cobalah mereka menyadari, betapa beruntungnya mereka yang menjenjangi bangku kuliah dengan fasilitas plus plus. Andai mereka terbiasa merakyat, akan mereka temui pengamen, para remaja di tepi jalan, yang begitu menginginkan sebuah title, “mahasiswa”.
Apakah ‘mahasiswa’ dengan berlakon seperti itu masih perlu dimaklumi sebagai ‘siswa’? Rasanya tidak! Mahasiswa sudah harus mandiri, mulai sadar diri, mengaktivasi segala potensi. Memperoleh ilmu untuk dimanfaatkan, bukan mengejar nilai untuk dibanggakan. Bukan lagi untuk bermanja, dibangunkan orang tua untuk mandi. Atau dimandiin juga? Oh nooooo!!! Berhenti sajalah jadi mahasiswa..
Sungguh disayangkan aku tergolong ‘cukup ideal’ dalam pemikiran. Jika ada larangan, jangan dilakukan. Jika ada perintah, segera lakukan. Ini bukan tentang bisa atau tidaknya kita mengamalkan ilmu, tapi lebih dari itu. Mau atau tidaknya kita memperoleh ilmu..

Kalau seperti ini, aku jadi tertarik mendidik mahasiswa..

#RefleksiSesepuhSemesterSepoeloeh

05 April 2014

Tentang Ibu..

Berapa banyak yang menggambarkan sosok ini dalam untaian kata? Humm,, mungkin sebanyak tan 90. Yang berarti tak hingga atau tak terdefinisikan. Dan semua yang ia lakukan, mungkin juga sebanding, ah tidak.. lebih dari tan 90..
Aku hanya ingin bercerita tentang sosok Ibuku.. Yang hanya milikku.. Hehe

Ibuku ini tergolong mudah kikuk sebenarnya. yaa.. walaupun beliau kurang menyadarinya. Ia tak akan berbicara pada siapapun kalau gak kenal.. Gua mah (kadang) suka ngobrol, meski belum kenal. Baik ya? *Gak nyambung!

Tidak menyelesaikan Sekolah Dasar tak menjadikannya alasan untuk tak menjadi wanita luar biasa. Kalau ceritanya didengar, dari masa belia, beliau sudah terbiasa bekerja keras membantu orang tua, belajar agama, dan satu lagi, MEMBACA (!) Iya, beliau mengakui sangat menyukai cerita-cerita, misalnya saja cerita perwayangan (mahabharata-red), 'kisah' jenderal yang 'tetiba' hilang di zaman orba, de el el. Karena inginnya, sampai-sampai harus merogoh uang untuk membeli buku atau koran sembari duduk menjaga warung.  Terlahir dari lelaki sholih (ustadz) asli bujang Plembang dan Ibu cantik (aku masih sempat melihat almh) yang harus berusaha menghidupi keluarganya dengan berjualan makanan di daerah kantor walikota Palembang (saat ini). Malam sampai menjelang fajar. Oh iya, Masjid Istiqomah yang lokasinya di depan kantor itu adalah tempat beliau belajar agamanya. 

Dan kebiasaan beliau ini, masih membekas sampai saat ini. Bekerja keras, belajar agama, dan (tetap) membaca serta menghafal surah-ayat Al Quran pilihan. Walau memang belum terlalu fasih dengan tajwid-nya (menurutku), semangat beliau menghafal itu memberiku dercak kagum. Ia masih menambah hafalannya. Sedang aku, hikshiks..tak usah ditanya. Saat ini saja, ia masih berusaha keras menghafal Asmaul Husna dengan cara dan nada biasa. Terkadang aku suka mengompori dengan kepiawaianku menghafal Asmaul Husna dengan nada. Hehe.. Tetap saja, aku masih kagum pada usahanya itu. Di usia 65 tahun lebih ini, ingatannya masih sangat baik. Bahkan, aku-lah kadang yang mudah lupa. Ini pasti karena kebiasaanku yang malas membaca. *ketok!

Ohiya, masakan beliau paling eeenaaak sedunia-akhirat.. :D Betapa ruginya aku jika tak belajar langsung pada 'Dayang Utama Dapur Kerajaan' kami ini. Sembari menyelesaikan studiku, ku sempatkan belajar dan terus belajar masakan-masakan rumahan yang sederhana dan lezatnya tiada banding. Bisa sih masaknya, tapi masih enak masakan Ibu.. Hikshiks :)

Ah iya, mengenai studiku, beliau orang pertama yang tahu betapa rapuhnya aku. Yang sering beliau katakan, "hidup adalah perjuangan. Jalani bae.." Iya bu, ku jalani.. Tapi bintang-mu saat ini sedang redup. Hehe
Aku hanya ingin skripsi itu sebuah pengabdian terakhirku menjadi mahasiswa S1, bukanlah sebentuk tekanan mahasiswa akhir yang akhirnya berujung kesia-siaan. Aku ingin sempurnakan akademik-ku, Bu. Agar ia menjadi amal jariyahku suatu saat nanti. Itu saja..

Walau termakan usia, Ibuku selalu cantik.. :)