Berapa banyak yang menggambarkan sosok ini dalam untaian kata? Humm,, mungkin sebanyak tan 90. Yang berarti tak hingga atau tak terdefinisikan. Dan semua yang ia lakukan, mungkin juga sebanding, ah tidak.. lebih dari tan 90..
Aku hanya ingin bercerita tentang sosok Ibuku.. Yang hanya milikku.. Hehe
Ibuku ini tergolong mudah kikuk sebenarnya. yaa.. walaupun beliau kurang menyadarinya. Ia tak akan berbicara pada siapapun kalau gak kenal.. Gua mah (kadang) suka ngobrol, meski belum kenal. Baik ya? *Gak nyambung!
Tidak menyelesaikan Sekolah Dasar tak menjadikannya alasan untuk tak menjadi wanita luar biasa. Kalau ceritanya didengar, dari masa belia, beliau sudah terbiasa bekerja keras membantu orang tua, belajar agama, dan satu lagi, MEMBACA (!) Iya, beliau mengakui sangat menyukai cerita-cerita, misalnya saja cerita perwayangan (mahabharata-red), 'kisah' jenderal yang 'tetiba' hilang di zaman orba, de el el. Karena inginnya, sampai-sampai harus merogoh uang untuk membeli buku atau koran sembari duduk menjaga warung. Terlahir dari lelaki sholih (ustadz) asli bujang Plembang dan Ibu cantik (aku masih sempat melihat almh) yang harus berusaha menghidupi keluarganya dengan berjualan makanan di daerah kantor walikota Palembang (saat ini). Malam sampai menjelang fajar. Oh iya, Masjid Istiqomah yang lokasinya di depan kantor itu adalah tempat beliau belajar agamanya.
Dan kebiasaan beliau ini, masih membekas sampai saat ini. Bekerja keras, belajar agama, dan (tetap) membaca serta menghafal surah-ayat Al Quran pilihan. Walau memang belum terlalu fasih dengan tajwid-nya (menurutku), semangat beliau menghafal itu memberiku dercak kagum. Ia masih menambah hafalannya. Sedang aku, hikshiks..tak usah ditanya. Saat ini saja, ia masih berusaha keras menghafal Asmaul Husna dengan cara dan nada biasa. Terkadang aku suka mengompori dengan kepiawaianku menghafal Asmaul Husna dengan nada. Hehe.. Tetap saja, aku masih kagum pada usahanya itu. Di usia 65 tahun lebih ini, ingatannya masih sangat baik. Bahkan, aku-lah kadang yang mudah lupa. Ini pasti karena kebiasaanku yang malas membaca. *ketok!
Ohiya, masakan beliau paling eeenaaak sedunia-akhirat.. :D Betapa ruginya aku jika tak belajar langsung pada 'Dayang Utama Dapur Kerajaan' kami ini. Sembari menyelesaikan studiku, ku sempatkan belajar dan terus belajar masakan-masakan rumahan yang sederhana dan lezatnya tiada banding. Bisa sih masaknya, tapi masih enak masakan Ibu.. Hikshiks :)
Ah iya, mengenai studiku, beliau orang pertama yang tahu betapa rapuhnya aku. Yang sering beliau katakan, "hidup adalah perjuangan. Jalani bae.." Iya bu, ku jalani.. Tapi bintang-mu saat ini sedang redup. Hehe
Aku hanya ingin skripsi itu sebuah pengabdian terakhirku menjadi mahasiswa S1, bukanlah sebentuk tekanan mahasiswa akhir yang akhirnya berujung kesia-siaan. Aku ingin sempurnakan akademik-ku, Bu. Agar ia menjadi amal jariyahku suatu saat nanti. Itu saja..
Walau termakan usia, Ibuku selalu cantik.. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar