14 Mei 2013

Amanah itu kudu' Aktivis miliki

Bismillahirohmaanirrohiim

Tiada yang salah dalam diri aktivis dakwah. Kesehariannya dirutinkan dalam hal-hal baik; amal sholih, amal wajiha dan perenungan/evaluasi amal. Satu per satu langkah, dirinya tumbuh dalam jama'ah. Menyertakan diri dalam membangun peradaban Islam. Meleburkan hati dalam ikatan aqidah. Menyebarkan pesona manfaat tatkala ia ada.

Aktivis dakwah; aktif dalam tarbiyah dan harokah; memiliki warna-warni indah. Ada yang diam; kerjanya menawan. Ada yang luar biasa bekerja namun kalah menjaga hati lalu segera memperbaiki. Ada yang biasa-biasa saja, tapi komitmennya terjaga. Serba berkarakter dengan cerita tersendiri.

Aktivis terikat jelas dengan dunia amanah. Memiliki kontrak kerja antara komitmen dan Tuhannya. Tak akan selesai hingga kaki menginjak surga. Sulit dipercaya ketika berlabel aktivis menyia-nyiakan amanah. Terlepas dari bahaya atau tidaknya dalam menyia-nyiakan amanah, amanah memiliki efek positif bagi pelaku. Mengapa tidak? Ia merupakan indikasi dari amal yaumi, ruhi si aktivis. Keberadaannya membawa dinamika kesholihan. Ketika amal ruhi nya meroket, tak jarang amanahnya melambung. Kendati amanahnya melambung, ia tak lupa untuk meng'iqob diri karena celah kecil yang tak diingini.

Layaknya Umar bin Khattab yang memukul kedua kakinya dengan cemeti seraya berkata pada dirinya "Apakah yang telah kamu perbuat hari ini?". Atau, seorang Abu Thalhah yang menshadaqohkan kebun demi mencari ridho Allah karena terganggu konsentrasinya dalam sholat, sebagai wujud penyesalan dan harapan untuk menggantikan apa yang telah luput darinya.

Amanah akan jadi penyesalan jika disia-siakan. Hal ini juga bukan alasan syar'i menolak sebuah amanah karena 'takut' menyesal. Kerjakan saja seoptimal mungkin. Begitulah dakwah, tubuh terseok-seok, diseret-seret, jatuh terluka. Memang begitu dari dulu. Ketika Nabi-Nabi meneriakkan kalimah Allah, menyampaikan yang haq, mengajak pada kebenaran, hanya segelintar menjawab 'sami'na wa atho'na'. Ini sudah biasa. Sekali lagi, kerjakan saja seoptimal mungkin! Biarlah Allah, RasulNya dan orang-orang mukmin yang melihat kerja kita.

Dengan pertolonganNya, dakwah kita akan menang. Lantas, bagaimana nashrullah akan datang kalau kita tidak mendekatiNya? Sebenar-benar mendekati, dengan cinta dan pengabdian. Iya, dengan amal yaumi, perbaikan ruhiyah. Bunga cinta itu harus disiram dengan pupuk kesholihan agar kerja amanah mekar menawan. Dipandang orang, lalu mereka tertarik dan menerima dakwah kita. Terkesan mudah, namun yang penting, lakukan dulu!

Amanah layaknya sebuah madrasah (sekolah) ; tempat belajar memperbaiki diri, menjaga pergaulan dengan lawan jenis, memperkaya fikriyah karena menambah tsaqofah, wahana aplikasi dari teori-toeri tarbiyah serta (tak jarang) kerja itu memperkuat jasad kita. Semakin faham dengan urgensi ruhiyah dalam dakwah, maka aktivis akan semakin faham dengan mekanisme dan substansi dakwah. Dakwah tanpa ruhiyah, kalah. Dakwah akan menang bersama Allah. Selanjutnya, mekanisme berupa kerja-kerja lapangan seperti pelaksanaan agenda dan substansi dakwah seperti majelis syuro', tim khusus, hizbt dan sebagainya, akan mematangkan dirinya di tubuh dakwah ini. Maka, semakin butuh aktivis pada dakwah, segala pertanyaan berbentuk 'amniah' dalam amanah akan terjawab seiring perjalanan waktu.

Minimal yang kita peroleh dalam menjalankan amanah adalah ukhuwah antara kita(aktivis dakwah) karena Allah. Hingga nanti di surga, Rasul dan para syuhada pun iri melihat mimbar cahaya yang diperuntukkan bagi kita yang saling menyayangi karena Allah; yang dijanjikan dalam lisan Rasulullah. Tidakkah ini menarik?

Amanah akan menyadarkan kita bahwa ia adalah :
1. Sarana taqorrub Ilallah (mendekati diri pada Allah). Semakin berat amanah, semakin dekat pada Allah.
2. Sarana nafi'un lighoirihi (bermanfaat untuk orang lain). Sebaik-baik manusia, sebanyak-banyak menebar manfaat.
3. Salah satu sarana tarbiyah dzatiyah (pembekalan mandiri). Pribadi kian sholih, kemenangan kian mendekati.

Wallahu'alam bisshowwab..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar