24 Mei 2013

Kampanye-Dialog-Partai dakwah

Hari itu, musim kampanye di kampus. Seperti biasa, agenda-agenda dakwah siyasah mengencangkan targetan. Mulai dari konsolidasi ADK, penyebaran angket dan kawan-kawan. Pilpresma dan wapresma yang hanya 2 pasangan itu, acapkali menuai berbagai opini publik. Bahkan sering dikait-kaitkan dengan kepartaian. (Mana) boleh partai masuk kampus! :)

***
"Ini mb Ana?"
Tegur seorang yang sebangku di bus menuju kampus.
Aku tersenyum sembari berusaha keras melihat adik ini karena faktor baru bangun tidur. :P
"Oh.. A****.. Dari tadi di samping mb ya, Dek?" Padahal dah 3/4 perjalanan, baru sadar kalau ada adik tingkat beda prodi di sebelah.
"Iya, Mb."
Dilanjutkan dengan pembicaraan mengenai aktivitas kuliah dan organisasi kampus. Sampai suatu bahasan tentang Pemira di kampus..

"Dek, bentar lagi pemilihan presma wapresma ya?"
"Iya, Mb. Ohy, Mb, yang no. 2 itu dari PKS ya?"
Deuguaaarr.. Sambil tetap tenang, aku lanjutkan pembicaraan. "Maksudnya Dek?"
"Iya, Mb. Adek denger gitu. Katanya yang jilbab-jilbab lebar tu juga orang PKS."
"Terus..terus.."
"Mereka itu gak mau salaman sama cewek yang cuma pake lepis, gak pake jilbab. Pokoknya, yang sama jilbab kayak mereka baru disalamin."
*istighfar.. Okeh.. *eksklusif dijadikan kambing hitam
"Jilbab mb lebar gak dek?"
"Iya, Mb"
"So, mb orang PKS ya?"
Si adek tersenyum..
"Mb bukan orang PKS dek. Mb orang dakwah. *sembari menelisik lebih jauh* Adek denger kabar ini dari siapa?" Tetap tersenyum.
"Temen-temen di FISIP mb. Kata mereka, orang2 PKS itu mau berkuasa. Dananya dari mana coba mb kalo gak dari sana?"
Sambil menghirup udara agak panjang, aku jawab, "Dana itu, kami sokongan dek :) Mb tadi sempet nyinggung dakwah kan? Jadi dakwah itu bisa ke seluruh elemen dek. Bukan cuma di LDF dan LDK saja. Adek pernah ikut mentoring? Bermanfaat gak?"
Si adek mengangguk sambil berkata, "Ya, Mb"
"Kalau No. 2 gak kepilih belum tentu orang lain juga merasakan bermanfaatnya mentoring. Sayang khan? *sembari direct selling* Terus, kalo yang No. 1 itu dari golongan(partai) mana?"
"Gak tau mb,,,,"
"HMI dek, yang afiliasinya ke (partai) Golkar"
"Iya, Mb?"
"Adek perhatiin saja warna mereka. adek cari kaitan mereka. Kalau ternyata ada (fitnah) seperti ini, siapa yang sebetulnya menginginkan kekuasaan?"
"Iya, Mb"
"Dan kalo soal dana, mb juga denger kalo mereka juga dapet suntikan dana dari sana."
"Oh..gitu ya Mb. Ternyata mereka yang salah ya Mb?"
"Mb gak berani dek membenarkan atau menyalahkan. Adek udah dewasa, udah mampu memilah yang mana bener yang mana salah."
Sampai akhirnya, kami sampai di fakultas tercinta, FKIP.
"Mb, adek mau ikut Nadwah.."
***

Sebenarnya, aku juga gak ngerti soal politik di kampus. Tapi, sangat sadar kalau pemuda (mahasiswa) menjadi penggebrak utama di kalangan civitas academic itu. Pelan-pelan, aku mempelajari buku "Inilah Politikku" karya Muhammad Elvandi yang direkomendasikan intuk Pencerahan Intelektual dan Inspirasi Negarawan Muslim. Terkuak seluruh pertanyaan, politik Islam sebagai sarana dakwah.
"Jawaban yang paling tepat terhadap pertanyaan di atas ialah perkataan Ibnu Aqil (Penulis buku Standar Bahasa Arab terpopuler dan paling diperhitungkan sepanjang masa (kitab Alfiyyah) bahwa as-siyasah asy-syar'iyyah adalah Segala aktivitas yang membuat manusia lebih dekat kepada kebaikan dan lebih jauh dari kerusakan, walaupun tidak dibuat oleh Rasul dan tidak ada pula wahyu yang diturunkan untuknya  sebagai mana dinukil oleh Ibnu Qayyim dalam kitab At Thuruq Al-Hukmiyyah"

Masih dari buku yang sama, disebutkan bahwa, "Sistem kekhilafahan adalah murni produk manusia yang diseduaikan dengan kondisi saat itu dan boleh berubah sesuai dengan kebutuhan zaman. Ia adalah hasil ijtihad Abu Bakar, juga ijtihad tokoh-tokoh saat itu. Sistem kekhilafahan tidak ada contohnya di zaman Rasulullah, namun begitu, para Khulafaurrasyidin membangun sistem tersebut berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang tetap (tsawabit), sehingga sistem khilafah yang baru dan boleh berubah-ubah (mutaghayyirat) tersebut tetap sejalan dengan prinsip-prinsip Islam"

Contoh kasus. Ada sebuah perdagangan bar di tempat-tempat maksiat yang meresahkan generasi masa depan, siapakah yang lebih berhak menutup tempat itu? Seribu tanda tangan ustadz atau satu tanda tangan gubernur? :)

Politik sebagai sarana aplikasi dari pesan implisit hadits Rasulullah, bahwa, "Barangsiapa melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemah iman" (Riwayat Muslim)

Lantas, apa yang salah dengan partai dakwah yang memegang prinsip Islam? ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar